Do’a Qunut Ketika Shubuh

Tanya:
Assalamu’alaikum Wr Wb
Apakah Rasul baca doa qunut bila shalat shubuh sepanjang hayat? Kapan beliau berqunut? Mohon penjelasan dengan dasar hadits shahih lengkap!

P. Mul 0274 782xxxx
Jawab:
Pertanyaan senada pernah dilayangkan kepada Syeikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.
Beliau ditanya,
“Apakah disyariatkan menggunakan doa qunut witir (yaitu allahummahdini fiman hadaita …) pada rakaat terakhir shalat shubuh?!”
Jawaban beliau,
“Doa qunut witir yang terkenal yang Nabi ajarkan kepada al Hasan bin Ali yaitu allahummahdinifiman hadaita …tidak terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan doa tersebut untuk selain shalat witir. Tidak terdapat satupun riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi berqunut dengan membaca doa tersebut baik pada shalat shubuh ataupun shalat yang lain.
Qunut dengan menggunakan doa tersebut di shalat shubuh sama sekali tidak ada dasarnya dari sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan qunut shubuh namun dengan doa yang lain maka inilah yang diperselisihkan di antara para ulama. Ada dua pendapat dalam hal ini. Pendapat yang paling tepat adalah tidak ada qunut pada shalat shubuh kecuali ada sebab yang terkait dengan kaum muslimin secara umum.
Misalnya ada bencana selain wabah penyakit yang menimpa kaum muslimin maka kaum muslimin disyariatkan untuk berqunut pada semua shalat wajib, termasuk di dalamnya shalat shubuh, agar Allah menghilangkan bencana dari kaum muslimin.
Meski demikian, andai imam melakukan qunut pada shalat shubuh maka seharusnya makmum tetap mengikuti qunut imam dan mengaminkan doanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin.
Sedangkan timbulnya permusuhan dan kebencian karena perbedaan pendapat semacam ini adalah suatu yang tidak sepatutnya terjadi. Masalah ini adalah termasuk masalah yang dibolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Menjadi kewajiban setiap muslim dan para penuntut ilmu secara khusus untuk berlapang dada ketika ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan saudaranya sesama muslim. Terlebih lagi jika diketahui bahwa saudaranya tersebut memiliki niat yang baik dan tujuan yang benar. Mereka tidaklah menginginkan melainkan kebenaran. Sedangkan masalah yang diperselisihkan adalah masalah ijtihadiah.
Dalam kondisi demikian maka pendapat kita bagi orang yang berbeda dengan kita tidaklah lebih benar jika dibandingkan dengan pendapat orang tersebut bagi kita. Hal ini dikarenakan pendapat yang ada hanya berdasar ijtihad dan tidak ada dalil tegas dalam masalah tersebut. Bagaimanakah kita salahkan ijtihad orang lain tanpa mau menyalahkan ijtihad kita. Sungguh ini adalah bentuk kezaliman dan permusuhan dalam penilaian terhadap pendapat” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/12-13, pertanyaan no 772, Maktabah Syamilah).
Pada kesempatan lain, Ibnu Utsaimin mengatakan,
“Qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab syar’i yang menuntut untuk melakukannya adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah Rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah qunut shubuh secara terus menerus tanpa sebab. Yang ada beliau melakukan qunut di semua shalat wajib ketika ada sebab.
Para ulama menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut di semua shalat wajib jika ada bencana yang menimpa kaum muslimin yang mengharuskan untuk melakukan qunut. Qunut ini tidak hanya khusus pada shalat shubuh namun dilakukan pada semua shalat wajib.
Tentang qunut nazilah (qunut karena ada bencana yang terjadi), para ulama bersilang pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya, apakah penguasa yaitu pucuk pimpinan tertinggi di suatu negara ataukah semua imam yang memimpin shalat berjamaah di suatu masjid ataukah semua orang boleh qunut nazilah meski dia shalat sendirian.
Ada ulama yang berpendapat bahwa qunut nazilah hanya dilakukan oleh penguasa. Alasannya hanya Nabi saja yang melakukan qunut nazilah di masjid beliau. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa selain juga mengadakan qunut nazilat pada saat itu.
Pendapat kedua, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah imam shalat berjamaah. Alasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan qunut karena beliau adalah imam masjid. Sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda,
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat” (HR Bukhari).
Pendapat ketiga, yang berhak melakukan qunut nazilah adalah semua orang yang mengerjakan shalat karena qunut ini dilakukan disebabkan bencana yang menimpa kaum muslimin. Sedangkan orang yang beriman itu bagaikan sebuah bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat ketiga. Sehingga qunut nazilah bisa dilakukan oleh penguasa muslim di suatu negara, para imam shalat berjamaah demikian pula orang-orang yang mengerjakan shalat sendirian.
Akan tetapi tidak diperbolehkan melakukan qunut dalam shalat shubuh secara terus menerus tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya karena perbuatan tersebut menyelisihi petunjuk Nabi.
Bila ada sebab maka boleh melakukan qunut di semua shalat wajib yang lima meski ada perbedaan pendapat tentang siapa saja yang boleh melakukannya sebagaimana telah disinggung di atas.
Akan tetapi bacaan qunut dalam qunut nazilah bukanlah bacaan qunut witir yaitu “allahummahdini fiman hadaita” dst. Yang benar doa qunut nazilah adalah doa yang sesuai dengan kondisi yang menyebabkan qunut nazilah dilakukan. Demikianlah yang dipraktekkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika seorang itu menjadi makmum sedangkan imamnya melakukan qunut shubuh apakah makmum mengikuti imam dengan mengangkat tangan dan mengaminkan doa qunut imam ataukah diam saja?
Jawabannya, sikap yang benar adalah mengaminkan doa imam sambil mengangkat tangan dalam rangka mengikuti imam karena khawatir merusak persatuan.
Imam Ahmad menegaskan bahwa seorang yang menjadi makmum dengan orang yang melakukan qunut shubuh itu tetap mengikuti imam dan mengaminkan doa imam. Padahal Imam Ahmad dalam pendapatnya yang terkenal yang mengatakan bahwa qunut shubuh itu tidak disyariatkan. Meski demikian, beliau membolehkan untuk mengikuti imam yang melakukan qunut shubuh karena dikhawatirkan menyelisihi imam dalam hal ini akan menimbulkan perselisihan hati di antara jamaah masjid tersebut.
Inilah yang diajarkan oleh para shahabat. Khalifah Utsman di akhir-akhir masa kekhilafahannya tidak mengqashar shalat saat mabit di Mina ketika pelaksanaan ibadah haji. Tindakan beliau ini diingkari oleh para shahabat. Meski demikian, para shahabat tetap bermakmum di belakang Khalifah Utsman. Sehingga mereka juga tidak mengqashar shalat. Adalah Ibnu Mas’ud diantara yang mengingkari perbuatan Utsman tersebut. Suatu ketika, ada yang berkata kepada Ibnu Mas’ud,
“Wahai Abu Abdirrahman (yaitu Ibnu Mas’ud) bagaimanakah bisa-bisanya engkau mengerjakan shalat bersama amirul mukminin Utsman tanpa qashar sedangkan Nabi, Abu Bakar dan Umar tidak pernah melakukannya. Beliau mengatakan, “Menyelisihi imam shalat adalah sebuah keburukan” (Diriwayatkan oleh Abu Daud)”
(Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 208/14-16, pertanyaan no 774, Maktabah Syamilah). 
sumber : link 

Tambahan:
Banyak hadits yang pada intinya menyatakan bahwa Qunut Shubuh merupakan bid`ah, tetapi tidak sedikit juga hadits yang justru menunjukkan bahwa Qunut Shubuh dilakukan oleh Rasulullah dan Khulafa`u Rasyidin. Kontradiksi ini berimbas pada perselisihan para mujtahid dalam menghukumi Qunut Shubuh, Imam Syafi`i dan Imam Malik menganggap Qunut Shubuh sebagai sunnah berbeda dengan Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hanbal yang menyatakan Qunut Subuh tidak disunahkan.

Masalah ijtihadiyah semacam ini tidak pernah dipermasalahkan secara serius oleh para ulama salaf dan khalaf, Imam Sufyan Ats Tsauri yang berpendapat untuk tidak melakukan qunut pernah berkata :

إِنْ قَنَتَ فِى الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ.

Jika melakukan qunut maka itu baik dan jika meninggalkannya itu juga baik. (HR Turmudzi)

Tetapi sayang sikap saling menghargai perbedaan furu`iyah ini mulai hilang, sebagian kelompok dengan gigih memperuncing masalah ini dan menyatakan bahwa Qunut Subuh merupakan bid`ah yang pelakunya dapat dikatakan sebagai ahlul bid`ah, mereka tidak sadar bahwa dengan perkataanya ini berarti mereka telah menuduh Imam sekaliber Imam Syafi`i dan Imam Malik sebagai ahlul bid`ah.

Agar kita tidak terjerumus pada prasangka seperti ini, mari kita perhatikan jawaban para ulama mengenai hadits-hadits yang menyiratkan larangan untuk melakukan qunut shubuh.

Hadits pertama :

Sahabat Anas ra berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو على أَحْيَاءٍ من أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ

Sesungguhnya Rasulullah saw pernah melakukan qunut selama satu bulan, beliau mendoakan keburukan bagi suatu kaumarab,kemudian beliau meninggalkannya (HR Bukhari-Muslim)

Mengenai sebab yang mendorong Rasulullah mendoakan keburukan bagi kaum tersebut bisa kita ketahui dari hadits lain, diceritakan bahwa mereka telah membunuh tujuh puluh sahabat Rasulullah, hal ini membuat Beliausangat marah sebab sahabat yang dibunuh merupakan para penghapal qur`an, sehingga beliau melaknat mereka selama satu bulan sampai Allah melarangnya dan Rasulullah saw akhirnya berhenti mendoakan keburukan bagi mereka. Sahabat Ibnu Umar berkata :

أنه سمع النبي صلى الله عليه و سلم يقول في صلاة الفجر ورفع رأسه من الركوع قال ( اللهم ربنا ولك الحمد ) . في الأخيرة ثم قال ( اللهم العن فلانا وفلانا ) . فأنزل الله عز و جل { ليس لك من الأمر شيء أو يتوب عليهم أو يعذبهم فإنهم ظالمون }

Ia mendengar Rasulullah saw ketika mengangkat kepalanyadari ruku terakhir dalam Shalat Shubuh berdoa “Wahai tuhan kami bagimu segala puji” kemudian berkata “ Wahai tuhan laknatlah fulan dan fulan “, maka Allah Azza wa Jalla menurunkan “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka ituatau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim (QS Ali Imran : 128)” (HR Bukhari)

Dari sini menjadi Jelas bahwa yang dilarang bukan qunut secara keseluruhan akan tetapi adalah mendoakan jelek pada orang-orang tertentu di dalam qunut. Jadi yang dimaksud dengan perkataan sahabat Anas ثُمَّ تَرَكَهُ(kemudian Rasulullah meninggalkannya) adalah meninggalkan doa buruk pada mereka, bukan meninggalkan qunut secara keseluruhan. karena Qunut Shubuh masih dilakukan oleh Rasulullah sampai akhir hayatnya.

Makna ini semakin jelas jika kita melihat redaksi hadits riwayat sahabat Anas yang lain :

أن النبي صلى الله عليه وسلّم قنت شهرا يدعو عليهم ثم ترك فأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا

Sesungguhnya Nabi saw melakukan qunut dan mendoakan keburukan bagi mereka kemudian meninggalkannya sedangkan qunut shubuh, maka nabi selalu malakukannya sampai meninggal dunia.(HR Ahmad, Baihaqi, Daruqutni)

Hadits ini telah dishahihkan oleh para hafidz diantaranya Al Hafidz Abu Abdillah Muhammad Al Balkhi, Al Hakim, Al Baihaqi, dan Ad Daruqutni. di dalam sanad riwayat terdapat Abu Ja`far Ar Razi yang telah ditsiqohkan lebih dari seorang Hafidz, Ibnu Jauzi menyelisihi mereka dengan mendhaifkanya, tetapi hal ini tidak diterima karena hanya ia saja yang berkata demikian.

Hadits kedua

Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i berkata :

قلت لأبي يا أبت إنك قد صليت خلف رسول الله صلى الله عليه و سلم وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي هاهنا بالكوفة نحوا من خمس سنين . فكانوا يقنتون في الفجر ؟ فقال أي بني محدث

“Aku bertanya kepada ayahku, “Wahai ayah, engkau pernah sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum, di sini dan di Kufah sekitar 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada Sholat Subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)“.(HR Turmudzi, Ibnu Majah, dll)

Memang benar Hadits ini termasuk hadits shohih tetapi hadits yang menjelaskan mengenai adanya Qunut Shubuh di zaman Rasulullah saw, dan para sahabatlebih banyak seperti hadits :

وعن العوام بن حمزة قال «سألت أبا عثمان عن القنوت في الصبح قال: بعد الركوع قلت: عمن؟ قال: عن أبي بكر وعمر وعثمان رضي الله تعالى عنهم» هَذَا إِسْنَادٌ حَسَنٌ

Dari Awwam bin Hamzah berkata, “Aku bertanya pada Aba Utsman mengenai qunut dalam subuh, maka ia berkata “setelah rukuk”, dari siapa ? ‘ dari Abu Bakar, Umar, dan Utsman ra “ (HR Baihaqi, sanad hadits ini Hasan )

Sedangkan mengenai Sayidina Ali terdapat hadits :

قنت علي رضي الله عنه في الفجر» رواه البيهقي وقال: هذا عن علي صحيح مشهور

Ali ra melakukan qunut di waktu fajar(HR Baihaqi, Beliau berkata, hal ini shohih dari Ali dan masyhur)

Sahabat Barra` berkata :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلّم كان يقنت في الصبح والمغرب

“Sesungguhnya Rasulullah saw melakukan qunut di shalat subuh dan magrib”(HR Muslim)

Di dalam riwayat Abu Dawud hanya disebutkan Subuh saja tanpa Magrib, penyebutan Magrib disini tidak berpengaruh meski tidak ada yang melakukannya di waktu ini karena qunut bukanlah hal wajib atau telah terjadi ijma mengenai dihapusnya Qunut Maghrib.

Jadi, meskipun terdapat hadits shohih yang menyatakan bid`ahnya Qunut Subuh tetapi riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah dan Khulafa`u Rasyidin pernah melakukan qunut lebih banyak dan shahih, atas dasar inilah ulama Syafiiyah menyatakannya sebagai sunnah.

Hadits ketiga

Dari Ibnu Mas`ud :

ما قنت رسول الله صلى الله عليه وسلّم في شيء من صلاته

“Rasulullah tidak melakukan qunut dalam satupun shalatnya “ (HR Baihaqi)

Salah satu periwayat hadits ini adalah Muhammad bin Jabir Assuhaimi statusnya dalam meriwayatkan hadits adalah sangat lemah serta matruk. Maka hadits ini adalah dhaif dan hadits dhaif tidak dapat dijadikan landasan hukum.

Hadits keempat

Abu Mukhalid berkata :

صليت مع ابن عمر رضي الله تعالى عنهما الصبح فلم يقنت فقلت له: ألا أراك تقنت؟ فقال: ما أحفظه عن أحد من أصحابنا

Aku Shalat Shubuh bersama Ibnu Umar ra, dan ia tidak melakukan qunut, aku bertanya padanya ,”kenapa aku tidak melihatmu melakukan qunut ?”, Maka ia berkata “Aku tidak menghafal hal ini (dilakukan) seorangpun dari pada sahabat kami” (HR Baihaqi)

Kelupaan atau ketidak-tahuan sebagian sahabat atas suatu sunnah tidak bisa dijadikan alasan untuk meniadakan sunnah tersebut, apalagi jika terdapat sahabat lain yang menetapkan haltersebut sebagai sunnah.

Sahabat Ibnu umar mengatakan ia tidak mengetahui bahwa qunut dilakukan sahabat nabi, sedangkan Anas, Bara dan lainya menyatakan qunut dilakukan oleh para sahabat, maka ucapan yang mengetahui didahulukan daripada yang tidak mengetahui.

Hadits kelima

Dari ibnu abbas

القنوت في الصبح بدعة

“Qunut dalam Shalat Subuh adalah bid`ah” (HR Baihaqi)

Hadits ini sangat dhaif, karena salah satu periwatnya adalah Abi Laila Al Kufi dan statusnya dalam meriwayatkan hadits adalah matruk.

Kita sudah tahu bersama bahwa sahabat Anas bin Malik telah meriwayatkan dalam hadits shohih bahwa Rasulullah saw melakukan qunut, tentu hadits shohih lebih didahulukan daripada hadits dhaif.

Hadits keenam

Dari Ummu Salamah :

وعن أم سلمة عن النبي صلى الله عليه وسلّم أنه نهى عن القنوت في الصبح رواه البيهقي

Bahwasanya Rasulullah saw melarang untuk melakukan qunut di shalat subuh (Hr Ibnu Majah, Baihaqi)

Sanad periwayatanya hadits ini adalah dari Muhammad bin Ya`la dari Anbasah bin Abdurahman dari Abdullah bin Nafi` dari ayahnya dari Ummu Salmah, Imam Daruqutni telah mengatakan tiga orang ini adalah lemah dan tidak benar bahwa Nafi`mendengar dari Ummu Salamah. Oleh karena itu hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah.

Sebenarnya masih banyak hadits-hadits yang saling bertentangan mengenai Qunut Subuh tetapi kiranya uraian singkat ini sudah cukup untuk menunjukkan bahwa dalil-dalil yang mengenai kesunahan qunut adalah banyak dan kuat, maka tidak selayaknya kita mengatakan hal ini sebagai bid`ah dan menutup mata dari hadits-hadits tersebut.
(lebih lanjut alasan madzhab syafii silahkan merujuk ke kitab majmu karangan Imam Nawawi (penulis riyadus shalihin) bab qunut) 

Komentar

Postingan Populer